A. Definisi
Tumor
Pankreas dapat berasal dari jaringan eksokrin dan jaringan endokrin
pankreas, serta jaringan penyangganya. Tumor pancreas terdapat tumor
eksokrin dan tumor endokrin. Tumor eksokrin pankreas adalah tumor ganas
dari jaringan eksokrın pankreas, yaıtu adenokarsinoma duktus pancreas,
dan adenoma untuk yang jinak. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya
berasal dari sel duktus dan sel asiner. Sekitar 90% merupakan tumor
ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas (disingkat kanker pankreas).
Yang termasuk tumor endokrin pancreas ialah insulinoma, glukagonoma,
somastatinoma, dan gastrinoma.
Gastrinoma
adalah tumor pankreas yang mneghasilkan hormon gastrin dalam jumlah
yang sangat besar yang akan merangsang lambung untuk mengeluarkan asam
dan ensim”nya sehingga terjadi ulkus peptikum. (www.medicastore.com)
Tumor
Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel yang melapisi
saluran pankreas.
(http://medicastore.com/penyakit/481/Adenokarsinoma_Pankreas.html )
B. Epidemiologi
Insiden
kanker pancreas sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu,khususnya diantara
orang-orang yang bukan kulit putih.Tumor pancreas menyebabkan kematian
terkemuka yang menempati urutan ke empat di Amerika Serikat dan paling
seri ng ditemukan pada usia 60 hingga 70an tahun.Kebiasaan
merokok,kontak dengan zat kimia industri atau toksin dalam
lingkungan,dan diet tinggi lemak,daging ataupun keduanya memiliki
hubungan dengan peningkatan insiden kanker pancreas meskipun peranannya
dalam menyebabkan kelainan keganasan ini masih belum jelas
seluruhnya.Resiko kanker pancreas akan meningkat bersamaan dengan
tingginya kebiasaan merokok.DM,Pankreatitis kronis,dan Pankreatitis
herediter juga memiliki kaitan dengan kanker pancreas.Pankreas dapat
pula menjadi tempat metastasis dari tumor lain.(Warshaw &
Fernandes-del Castillo,1992)
C. Etiologi
Penyebab
sebenarnya kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian epidemiologic
menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa factor
eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etıologi kanker pankreas
merupakan interaksi kompleks antara faktor endogen pasien dan factor
lingkungan.
• Faktor Eksogen (Lingkungan)
Telah
diteliti beberapa faktor resiko eksogen yang dihubungkan dengan kanker
pankreas, antara lain : kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alcohol,
kopi, dan zat karsinogen industry. Factor resiko yang paling konsisten
adalah merokok.
• Factor Endogen (Pasien)
Ada
3 hal penting sebagai faktor resiko endogen yaitu : usia, penyakit
pancreas (pankreastitis kronik dan diabetes militus) dan mutasi genetik.
• Faktor Genetik
Pada
masa kini peran faktor genetik pada kanker pancreas makin banyak
diketahui. Sekitar 10% pasien kanker pancreas mempunyai predisposisi
genitik yang diturunkan. Proses karsinogenesis kanker pankreas diduga
merupakan akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetik.
Kebanyakan
penderita gastrinoma memiliki beberapa tumor lainnya yang berkelompok
didalam atau didekat pancreas. 50% kasus merupakan suatu kegansan.
Kadang-kadang gastrinoma merupakan bagian dari suatu kelainan bawaan
yaitu neoplasia endokrin multiple. Neoplasia ini merupakan sumber yang
berasal dari sel-sel pada kelenjar endokrin yang berlainan seperti
sel-sel yang menghasilkan insulin pada pancreas.
D. Faktor Predisposisi :
1.Bertambahnya usia
2.Kebiasaan merokok
3.Diet rendah lemak
4.Diabetes
5.Radang pankreas kronik
6.Genetik
E. Patofisiologi
Kanker
pancreas hampir 90% berasal dari duktus, dimana 75% bentuk klasik
adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin. Sebagian besar kasus
(70%), lokasi kanker pada kaput pancreas, 15-20% pada badan dan 10% pada
ekor. Pada waktu di diagnosis, ternyata tumor pancreas relative sudah
besar. Tumor yang dapat direseksi biasanya besarnya 2,5-3,5cm. Pada
sebagian besar kasus tumor sudah besar (5-6cm), dan atau telah terjadi
infiltrasi dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat
direkseksi.
Pada
umumnya tumor meluas ke retroperitoneal ke belakang pankreas, melapisi
dan melekat pada pembuluh darah, secara mikroskopik terdapat infiltrasi
di jaringan lemak peripankreas, saluran limfe, dan perineural. Pada
stadium lanjut, kanker kaput pancreas sering bermetastasis ke duodenum,
lambung, peritoneum, hati dan kandung empedu. Kanker pancreas pada
bagian dan ekor pancreas dapat metastasis ke hati, peritoneum, limpa,
lambung dan kelenjar adrenal kiri. Karsinoma di kaput pancreas sering
menimbulkan sumbatan pada saluran empedu sehingga terjadi kolestasis
ekstra-hepatal. Disamping itu akan mendesak dan menginfiltrasi duodenum,
yang dapat menimbulkan peradangan di duodenum. Karsinoma yang letaknya
di korpus dan kauda, lebih sering mengalami metastasis ke hati danke
limpa.
F. Klasifikasi
1.Tumor
pada kaput pankreas : Tumor ini menyebabkan obstruksi duktus koledokus
tempat saluran yang berjalan melalui kaput pankreas untuk bersaru dengan
duktus pankreatikus dan berjalan pada ampula fater ke dalam
duodenum.Obstruksi aliran getah empedu akan menimbulakn gejala ikterusb
yaitu feses yang berwarna pekat dan urine yang berwarna gelap.
2.Tumor
pulau langerhans pankreas : Pankreas terdiri dari pulau-pulau
langerhans yaitu kumpulan kecil sel-sel yang mengeksresikan produknya
langsung ke dalam darah dan dengan demikian merupakan bagian dari sistem
endokrin.Paling tidak ada 2 tipe tumor sel pulau langerhans yang telah
diketahui yaitu tumor yang meneksrisikan insulin dan tumor yang tidak
meningkatkan sekresi insulin.
3.Tumor
ulserogenik : Sebagian tumor pulau langerhans berhubungan dengan
hipersekresi asam lambung yang menimbulkan ulkus pada
lambung,duodenum,dan bahkan jejuneum.Hipersekresi tersebut bisa terjadi
begitu hebat sehingga sekalipun rekseksi parsial lambung sudah dilakukan
tapi masih tersisa cukup banyak asam yang menimbulkan ulserasi lebih
lanjut.Apabila terjadi kecendrungan untuk terjadinya ulkus lambung atau
duodenum kemungkinan adanya tumor ulserugenik.
G. Komplikasi
• Kanker pancreas
• DM type 2
• Kolelitiasis
• kolesistitis
H. Gejala Klinis
Rasa
nyeri,ikterus atau keduanya terdapat pada lebih dari 90% pasien,seiring
dengan penurunan berat badan,gejala tersebut dipandang sebagai
tanda-tanda klasik karsinoma pancreas.Manifestasi ini mungkin baru
tampak setelah penyakitnya memasuki stadium yang sangat
lanjut.Tanda-tanda lain menyangkut penurunan berat badan yang
cepat,mencolok,dan progresif.Disamping gangguan rasa nyaman atau nyeri
yang samar-samar pada abdomen pada bagian atas atau bagian bawah
gangguan ini susah dijlaskan dan tidak disertai gangguan fungsi
gastrointestinal. Gangguan rasa nyaman tersebut menyebar sebagai rasa
nyeri yang menjengkelkan kebagian tengah punggung dan tidak berhungungan
dengan postur tubuh dan aktivitas. Penderita karsinoma pancreas sering
merasakan bahwa serangan nyerinya dapat dikurangi jika ia membungkuk,
rasa nyeri tersebut acap kali bertambah p0arah ketika ia berbaring
terlentang. Ini dapat bersifat progresif dan hebat sehingga memerlukan
penggunaan preparat analgesic narkotik. Serangan nyeri ini sering terasa
lebih berat pada malam harinya. Sel-sel ganas dari kanker pankreas
sering terlepas dan masuk kedalam rongga peritoneum sehingga
meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Asites umunya terjadi.
Suatu tanda yang sangat penting jika ada adalah timbulnya gejala-gejala
defiisiensi insulin yang terjadi atas glukosuria, hyperglikemia dan
toleransi glukosa yang abnormal. Diabetes dapat menjadi tanda dini
karsinoma pankreas. Makan sering meningkatkan nyeri epigastrium dan
gambaran ini biasanya sudah terjadi beberapa minggu sebelum munculnya
ikterus serta pruritus. Pembuatan voto seri gastrointestinal
memperlihatkan deformitas organ visera didekat pankreas yang disebabkan
oleh massa pankreas yang terjepit itu.
• GEJALA KLINIS :
Nyeri
di bagian epigastrium, berat badan turun, timbulnya ikterus (kaput
pancreas), anoreksia, perut penuh, kembung, mual, muntah, intoleransi
makanan, nyeri disekitar umbilikus dan badan melemah. Pada tumor di
korpus dan kauda penkreas , nyeri terletak di epigastrium. Namun
terutama di hipokondrium kiri dan kadang menjalar ke punggung kiri,
serangan hilang timbul. Timbulnya ikterus akibat adanya duktus
koledukus. Kadang juga terjadi perdarahan pada gastrointestinal.
Perdarahan tersebut terjadi karena adanya erosi duodenum yang disebabkan
oleh tumor pancreas, dan dapat juga dikarenakan adanya steatorea dan
gajala dibetes militus.
• TANDA KLINIS :
Gizi
kurang, pucat, lemah, kulit ikterik (kuning kehujauan), pruritus,
hepatomegali, kandung empedu membesar, masa epigastrium, splenomegali,
asites (berarti sudah terjadi invasi tumor ke peritoneum),
tromboplebitis, edema tungkai, cairan asites bersifat hemoragik.
I. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi: abdomen terlihat buncit namun badannya kurus
• Palpasi: teraba masa pada abdomen
• Auskultasi: bising usus meningkat
• Perkusi:
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker pancreas
antara lain : dari pengambilan darah yang perlu di perhatikan adalah
serum lipase, amylase dan glikosa darah.kadar limpase lebih sering
meningkat bila di bandingkan serum amylase. Karsinoma di kaput pancreas
sering menyebabkan sumbatan di saluran empedu, karena itu perlu di
periksa tes faal hati. Dapat ditemukan karena kenaikan kadar serum
bilirubin, terutama kadar serum bilirubin konugasi (direk), fosfatase
alkali, dan kadar kolesterol.
Pemeriksaan
darah rutin umumnya masih dalam batas normal, hanya LED yang meningkat
kalau ditemukan pasien animea, baru terlihat penurunan kadar Hb dan
hematokrit. Petanda tumor CEA (carcinoembryonic antigen) dan Ca 19-9
(Carbohydrate antigenic determinant 19-9), pemeriksaan tinjapada pasien
dengan ikterus akibat bendungan, tinjanya mengandung lemakyang busuk,
gastroduodenografi, duodenografi hipotonis, ultrasonografi, CT (Computed
Tomography), Skintigrafi pancreas, (magnetic resonance imaging) MRI,
(Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatico Graphy) ERCP,
ultrasonografi endoskopik, angiografi, (positron emission tomography)
PET, bedah laparaskopi dan biopsy.
1.Pemeriksaan USG
2.CT Scan
3.pemindai CT
4.EARCP
5.Pemeriksaan kolangiografi
6.Pemeriksaan angiografi
K. Prognosis
Pada
penderita tumor pankreas biasanya ditemukan pada saaat terdignosis
stadium lanjut dan tidak dapat direseksi ketika tumor tesebut ditemukan
pertama kali kenyataannya karsinoma pankreas memiliki keberhasilan angka
hidup kurang dari 5 tahun paling rendah bila dibandingkan pada 60
lokasi kanker lainnya.
L. Terapi atau Tindakan Penanganan
Tindakan
bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin
mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun
demikian, terapi bedah definitif (yaitu,eksisi totalisi) sering tidak
mungkin dilaksanakan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas ketika
tumor tersebut terdiaknosis dan kemungkinan terdapatnya metastase
khususnya ke hepar, paru-paru dan tulang. Tindakan bedah tersebut sering
terbatas pada tindakan paliatip.
M. penatalaksanaan
Tindakan
bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin
mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun sering
tidak mungkin dilaksanakan karena pertumbuhan yang sudah meluas ketika
tumor tersebut terdiagnosis dan kemungkinan terdapatnya metastase
khususnya di hepar, paru-paru dan tulang. Tindakan bedah tersebut sering
terbatas pada tindakan valiatif. Meskipun tumor pankreas mungkin
resisten terhadap radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan
radioterapi dan kemoterapi. Jika pasien mengalami pembedahan terapi
radiasi intraokuratif dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosis
tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan
lain. Terapi radiasi intra okuratif dapat pula mengurangi rasa nyeri.
Implantasi interstisia sumber radio aktif juga dapat dilakukan meskipun
angka komplikasinya tinggi. Pemasangan stent bilient yang besar dan
dilakukan secara perkutan atau melalui endokoskopi dapat dilakukan untuk
mengurangi gejalan ikterus. Penelitian kini sedang dilaksanakan untuk
mengkaji efek preparat pankreas.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
I. Identitas pasien
II. Status kesehatan
a. Status Kesehatan saat ini
b. Status Kesehatan Masa lalu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Diagnosa Medis dan Therapy
III. Pola Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pola Nafas
2. Pola Nutrisi (Makanan dan Minuman)
3. Pola Eliminasi
4. Pola Aktivitas dan Latihan
5. Pola Tidur dan Istirahat
6. Pola Berpakaian
7. Pola Rasa Nyaman
8. Pola Kebersihan Diri
9. Pola Rasa Aman
10. Pola Komunikasi (Hubungan dengan orang lain)
11. Pola Beribadah
12. Pola Produktivitas (Fertilisasi, Libido, Menstruasi, Kontrasepsi, dll)
13. Pola Rekreasi
14. Kebutuhan Belajar
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda- tanda Vital
2. Diagnosa keperawatan
DX 1 : Gangguan pola napas b/d distensi diafragma
DX 2 : Nyeri akut b/d penekanan obstruksi pancreas
DX 3 : Kurang cairan dan elektrolit b/d pengeluaran yang berlebih
DX 4 : Pemenuhan nutrisi dari keb. Tubuh b/d pemasukan asupan oral yang tidak adekuat
DX 5 : Intoleransi aktifitas b/d kelemahan
DX 6 : Kurang pengetahuan b/d status kesehatan, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
3. Rencana keperawatan
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1.
Gg. Pola napas b/d distensi abdomen ditandai dengan tidak maksimalnya
pola nafas. setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam
diharapkan pernapasan pasien normal dengan KH:
- pasien tidak mengalami sesak Tinggikan posisi kepala 30o
- Dorong latihan napas dalam
- Ubah posisi secara periodik
-Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara ronchi Mendorong pengembangan diafragma
/ ekspansi paru optimal & meminimalkan tekanan isi abdomen pada
rongga thorak
- Meningkatkan ekspansi paru
- Meningkatkan pengisian udara seluruh segment paru
- Berikan oksigen tambahan
- Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran dan penurunan kerja napas
-
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi atau smapasme laringea yang
membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat dan tepat.
2.
Nyeri akut b/d penekanan obstruksi pankreas ditandai dengan distensi
pada abdomen. Setelah diberikan tindakan keperawata selama 3x24jam
diharapkan nyeri berkurang / terkontrol dengan KH:
- TTV normal
- pasien melaporkan nyeru hilang atau terkontrol.
- Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun nonverbal, catat lokasi, intensitas(skala 0-10) dan lamanya.
- Letakkan pasien dalam posisi supinasi.
- pertahankan bel pemanggil dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah
-
ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam), dan pengalihan nyeri (menonton
tv, mengajak mengobrol) Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan
pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
- Mencegah hyper ekstensi .
- Membatasi ketegangan, nyeri pada daerah abdomen.
- Teknik relakasai dapat mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri.
3 Kurang cairan dan elektrolit b/d pengeluaran yang berlebih
Ditandai
dengan diare Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pemenuhan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan KE:
-pasien tidak mengalami dehidrasi. Kaji TTV
- Berikan intake cairan sesuai kebutuhan
- Observasi berat badan dan torgor kulit pasien TTV bermanfaat untuk mengetahui keadaan umum pasien
- Memenuhi kebutuhan cairan lebih cepat
- Indikator pisiologi lanjut dari dehidrasi dan kurannya nutrisi
4
Pemenuhan nutrisi dari kebutuhan tubuh ditandai dengan anoreksia
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan nutrisi
cairan pasien terpenuhi dengan KH:
-mual muntah –
diare –
-BB dapat di pertahankan Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
- Anjurkan oral higine 2 kali sehari
- Obs. Berat badan & turgor kulit pasien Untuk meningkatkan selera makan pasien
- Untuk mengurangi mual muntah
- Indikator fisiologi lanjut dari dehidrasi dan kurangnya nutrisi
5
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan ditandai dengan distensi abdomen
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 diharapkan pasien dapat
beraktivitas dengan normal dengan KH:
Pasien
tidak mengeluhkan adanya intolerasi aktifitas Evaluasi respon pasien
terhadap aktivitas, catat peningkatan kelelahan & perubahan TTV
- Berikan lingkunag tenang & batasi pengunjung. Dorong penggunaan manajement stres
- Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat Menetapkan kemampuan pasien beraktivitas
- Menurunan stres & rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
- Pasien mungkin nyaman dengan kepala ditinggikan
6
Kurang pengetahuan b/d perubahan status kesehatan,prognosis penyakit
dan cara pegobatan ditandai dengan cemas Setelah diberikan askep selama
3x24 jam diharapkan pasien mengerti tentang penyakit yang dideritanya
dengan kriteria hasil pasien tdak cemas Berikan informasi tentang
penyakit yang diderita
Evaluasi tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya Agar pasien mengetahui informasi tentang penyakitnya
Agar kita mengetahui seberapa pengatahuan pasien tentang penyakitnya
4. Evaluasi
DX 1: Pola napas normal
DX 2: Nyeri dapat teratasi
DX 3: Kekurangan cairan dan elektrolit teratasi
DX 4: Pasien tidak mengalami malnutrisi
DX 5 : Pasien tidak mengeluhkan adanya intolerasi aktifitas
DX6: Pengetahuan pasien tentang penyktnya bertamabah
PANKREATITIS AKUT
A. Pengertian
Pankreatitis
akut merupakan keadaan inflamasi pankreas yang bersifat reversibel.
Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat
alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan
kolesistisis. (Sandra M. Nettina, 2001) . Pankreatitis akut atau
inflamasi pada pankreas terjadi akibat tercernanya organ ini oleh
enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. (Brunner & Suddart,
2001:1339). Pankreatitis Akut merupakan reaksi peradangan
pankreas, secara klinis ditandai nyeri perut akut dengan kenaikan enzim
dalam darah dan urin. Perjalanan penyakit dari ringan self limited
sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang
bisa berakibat fatal. Pankreatitis Akut. Ditandai gagal organ dengan adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO₂
≤60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin >2 mg/dL) dan perdarahan
saluran cerna atas (>500 mL/hari). Adanya nekrosis, pseudokista atau
abses juga berperan dalam beratnya pankreatitis
B. Klasifikasi
Pankreatitis Akut Interstisial.
Terdapat nekrosis lemak di tepi pankreas dan edema interstisial;
biasanya ringan dan self limited. Secara makroskopik pankreas membengkak
secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila
ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar
karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN.
Saluran pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.
Pankreatits Akut Nekrosis.
Bisa setempat atau difus; terdapat korelasi antara derajat nekrosis
pankreas dan beratnya serangan serta manifestasi sistemik. Secara
makroskopik, tampak nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas,
parenkim) disertai perdarahan dan inflamasi yang dapat mengisi ruang
retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya
bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses purulen). Secara
mikroskopik, adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong
infiltrat yang meradang dan berdarah. Pembuluh darah di dalam dan di
sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi
perivaskular, vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk
pankreatitis ini lebih fatal dibanding pankreatitis akut interstisial
Faktor yang menentukan beratnya pankreatitis akut sebagian masih belum diketahui. Pada 80% kasus pankreatitis akut, jaringan yang meradang masih hidup (pankreatitis interstisial), sisanya 20% mengalami nekrosis pankreas atau nekrosis peripankreas
yang merupakan komplikasi berat dan mengancam jiwa. Nekrosis
peripankreas diduga akibat aktivitas lipase pankreas pada jaringan lemak
peripankreas; sedang penyebab nekrosis pankreas adalah multifaktor
(kerusakan mikrosirkulasi dan efek langsung enzim pankreas pada parenkim
pankreas)
Pada pankreatitis interstisial
dapat menunjukkan toksisitas sistemik yang jelas (gagal napas), umumnya
self limited bila tidak terdapat nekrosis pankreas. Bila terdapat
nekrosis pankreas, kerusakan bersifat permanen, karena adanya enzim
pankreas, toksin, dan timbulnya infeksi sekunder
C. Etiologi
Faktor-faktor etiologik pada pankreatitis akut yaitu:
a. Metabolik
1. Alkoholisme
2. Hiperlipoproteinemia
3. Hiperkalsemia
4. Obat-obatan (misalnya, diuretik tiazid)
b. Mekanis
1. Trauma
2. Batu empedu
3. Jejas iatrogenic
4. Jejas perioperatif
5. Prosedur endoskopik dengan penyuntikan zat warna
c. Vaskuler
1. Syok
2. Atheroembolisme
3. Poliarteritis nodosa
d. Infeksi
1. Parotitis (mumps)
2. Coxsackievirus
3. Mycoplsma pneumoniae
D. Manifestasi Klinik
Nyeri
abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis. Rasa sakit dan
nyeri tekan pada abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi
akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut
sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tegangan
pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut
manimbulkan rasa sakit. Secara khas rasa sakit terjadi pada bagian
tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan
terjadi 24 hingga 48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman
keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan
lokasinya. Umumnya rasa sakit semakin parah setelah makan dan tidak
dapat diredakan dengan pemberian antasid. Rasa sakit dapat disertai
dengan distensi abdomen, adanya massa abdominal yang dapat diraba tetapi
batasnya tidak jelas, dan dengan penurunan peristaltis.
Perut
yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang
fatal. Namun demikian, abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi
peritonitis. Ekimosis (memar) di daerah pinggang dan di sekitar
umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis hemoragik
yang berat.
Mual
dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya
berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu.
Gejala panas, ikterus, konfusi dan agitasi dapat terjadi.
Hipotensi
yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta
syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya
protein karna cairan ini mengalir ke dalam jaringan dan rongga
peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardi, sianosis dan kulit yang
dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gangguan pernapsan serta
hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala
infiltrasi paru yang difus, dispnu, takipnu dan hasil pemeriksaan gas
darah abnormal.
E. Patofisiologi
Pankreas
menyekresikan sejumlah enzim; amilase dan lipase disekresikan dalam
bentuk aktif sementara protease, elastase dan fosfolipase disekresikan
sebagai proenzim yang dalam keadaan normal harus diaktifkan oleh tripsin
di dalam duodenum. Tripsin sendiri normalnya diaktifkan oleh
enteropeptidase duodenal. Patogenesis pankreatitis akut berpusat pada
aktivitas tripsin yang tidak tepat di dalam pankreas; tripsin yang sudah
diaktifkan tersebut akan mengubah (i) berbagai proenzim menjadi aktif
(ii) prekalikrein menjadi kalikrein yang akan mengaktifkan sistem kinin
serta pembekuan. Hasil nettonya berupa inflamasi pankreas dan trombosis.
Ciri-ciri pankreatitis meliputi proteolisis jaringan, lipolisis dan perdarahan, terjadi karna efek destruktif enzim-enzim pankreas yang dilepas dari sel-sel asiner.
Mekanisme yang dikemukakan untuk aktivitas enzim pankreas meliputi hal-hal berikut ini:
a) Obstruksi duktus penkreatikus.
Batu empedu dapat terjepit di dalam ampula Vateri; di sebelah proksimal
obstruksi, cairan kaya enzim menumpuk dan menimbulkan jejas parenkim
pankreas. Leukosit dalam jaringan parenkim akan melepaskan sitokin
proinflamatorik yang menggalakkan inflamasi local dan edema.
b) Jejas primer sel asiner. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kerusakan karna virus (parotitis), obat-obatan, trauma atau iskemia.
c) Defek transportasi-intraseluler proenzim.
Enzim-enzim eksokrin pankreas mengalami kesalahan arah dalam
perjalanannya, yaitu menuju lisosom dan bukan menuju sekresi; hidrolisis
proenzim di dalam lisosom akan menyebabkan aktivitas dan pelepasan
enzim.
d) Alkohol
dapat meningkatkan jejas sel asiner lewat perjalanan proenzim
intraseluler yang salah arah dan pengendapan sumbatan protein yang
mengental serta bertambah banyak di dalam duktud pankreatikus sehingga
terjadi inflamasi dan obstruksi lokal.
e) Pankreatitis
herediter ditandai oleh serangan rekuren pankreatitis yang hebat dan
sudah di mulai sejak usia kanak-kanak. Kelainan ini disebabkan oleh
mutasi germ line (garis-turunan sel tunas) pada:
1) Gen tripsinogen kationik (PRSS1),
menimbulkan kehilangan suatu tempat pada tripsin yang esensial untuk
inaktivasi enzim itu sendiri (mekanisme pengaman yang penting untuk
mengatur aktivitas enzim tripsin).
2) Gen inhibitor protease serin, Kazal tipe I (SPINK1), yang menimbulkan protein yang cacat sehingga tidak lagi mampu memperlihatkan aktivitas tripsin.
F. Tanda Dan Gejala
Nyeri
abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan
pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang
disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada
pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan
pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan
obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit.
Secara
khas rasa sakit yang terjadi pada bagian tengah ulu hati
(midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjdi 24-48 jam
setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini
dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa
sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan
dengan pemberian antasid. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi
abdomen, adanya massa pada abdomen yang dapat diraba tetapi batasnya
tidak jelas dan dengan penurunan peristatis. Rasa sakit yang disebabkan
oleh pankreatitis sering disertai dengn muntah.
Pasien
tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada
abdomen. Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan
tanda yang fatal. Namun demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak
terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar
umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis
haemoragik yang berat.
Mual
dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya
berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu.
Gejala panas, ikterus, konfusidan agitasi dapat terjadi. Hipotensi yang
terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok
yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein,
karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum.
Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta
basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut sering dijumpai pada
keadaan ini.
Gangguan
pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat
memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan
hasil pemeriksaan gas darah abnormal. Depresi miokard, hipokalsemia,
hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula
terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339)
G. Pemeriksaan Penunjang
- Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis
- Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
- Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.
- Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
- Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
- Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran pankreas/inflamasi.
- Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).
- Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
- Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama.
- Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
- Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit bilier.
- Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
- Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas).
- Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.
- Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab pankreatitis akut.
- LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan bilier dalam hati.
- Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
- Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin ada (kerusakan glomerolus).
- Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pasien pankreatitis akut bersifat asimtomatik dan ditujukan untuk
mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan peroral harus
dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan
TPN (total parenteral nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction)
isi lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah,
mengurangi distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik, serta untuk
mengeluarkan asam hidroklorida agar asam ini tidak kembali mengalir
kedalam duodenum serta menstimulasi pankreas. Preparat simetidin
(Tagamet) juga digunakan untuk menurunkan sekresi asam hidroklorida.
Penanganan Nyeri.
Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan tindakan yang
esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karna akan
mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi
pankreas. Penggunaan morfin dan turunannya harus dihindari karna
preparat ini dapat menyebabkan spasme sfingter Oddi. Antiemetik dapat
diberikan untuk mencegah muntah.
Perawatan Intensif.
Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar albumin yang
rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan dan mencegah gagal
ginjal akut.
Perawatan Respiratorius.
Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan karna resiko untuk
terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam paru, dan
atelektasis cenderung tinggi. Hipoksemia terjadi dengan frekuensi yang
bermakna pada penderita pankreatitis akut sekalipun pada pemeriksaan
sinar-X tidak tampak adanya kelainan. Perawatan respiratorius dapat
berkisar dari pemantauan gas darah arteri yang ketat, pemberian oksigen
hingga intubasi dan ventilasi mekanis.
Drainase Bilier. Pemasangan drain bilier (untuk drainase eksternal) dan stent
(selang indwelling) dalam duktus pankreatikus melalui endoskoppi telah
dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas. Terapi ini akan membentuk
kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta
menaikkan berat badan.
Intervensi Bedah.
Meskipun pasien yang berada dalam keadaan sakit berat mempunyai resiko
bedah yang buruk, namun pembedahan dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa pankreatitis (laparatomi diagnostik), untuk
membentuk kembali drainase pankreas atau untuk melakukan reseksi atau
pengangkatan jaringan pankreas yang nekrotik. Pasien yang menjalani
operasi pankreas dapat memiliki lebih dari satu drain yang terpasang
pada tempat pascaoperatif dan luka insisi terbuka, yang dirigasi dan
diganti balutannya setiap 2 sampai 3 hari sekali untuk menghilangkan
debris nekrotik.
Penatalaksanaan Pasca-akut.
Antasid dapat diberikan ketika gejala akut pankreatitis mulai
menghilang. Pemberian makanan yang rendah lemak dan protein dimulai
secara bertahap.
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan Pankreatitis akut adalah:
1. Nyeri
berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia
pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh
pankreas.
Ditandai dengan: keluhan nyeri, focus pada diri sendiri, wajah meringis, perilaku distraksi/tegang.
2. Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan
berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses
pembekuan, perdarahan.
Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah,
penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan
dan insulin.
Ditandai
dengan: keluhan pemasukan makanan tidak adekuat, enggan makan, keluhan
gangguan sensasi pengecap, penurunan berat badan.
4. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada
sekresi. Defisiensi nutrisi.
Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.
J. Rencana Keperawatan
1. Nyeri
berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia
pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh
pankreas.
Tujuan:
a. Mengatakan nyeri hilang/terkontrol.
b. Mengikuti program terapeutik.
c. Menunjukkan penggunaan metode yang menghilangkan nyeri.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Selidiki
keluhan verbal nyeri, lihat lokasi dan intensitas khusus (skala
0-10). Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri
|
nyeri
sering menyebar, berat dan tidak berhubungan pada pankreatitis akut
atau perdarahan. Nyeri berat sering merupakan gejala utama pada pasien
pankreatitis kronik. Nyeri tersembunyi pada kuadran kanan atas
menunjukkan keterlibatan kepala pankreas. Nyeri pada kuadran kiri atas
diduga keterlibatan ekor pankreas. Nyeri terlokalisir menunjukkan
terjadinya pseudokista atau abses.
|
2.
|
Pertahankan tirah baring selama serangan akut. Berikan lingkungan tenang.
|
menurunkan laju metabolik dan rangsangan/sekresi GI, sehingga menurunkan aktivitas pankreas.
|
3.
|
Ajarkan teknik relaksasi.
|
meningkatkan relaksasi dan memampukan pasien untuk memfokuskan perhatian; dapat meningkatkan koping.
|
4.
|
Pertahankan lingkungan bebas makanan berbau
|
rangsangan sensoridapat mengaktifkan enzim pankreas, meningkatkan nyeri
|
5.
|
Be Berikan analgesik pada waktu yang tepat (lebih kecil, dosis lebih sering).
|
/
nyeri berat/lama dapat meningkatkan syok dan lebih sulit hilang,
memerlukan dosis obat lebih besar, yang dapat mendasari
masalah/komplikasi dan dapat memperberat depresi pernapasan
|
6.
|
. Pertahankan perawatan kulit, khususnya pada adanya aliran cairan dari fistula dinding abdomen.
|
enzimpankreas dapat mencerna kulit dan jaringan dinding abdomen, menimbulkan luka bakar kimiawi.
|
2. Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan
berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses
pembekuan, perdarahan.
Tujuan:
mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer kuat, dan
secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Awasi TD
|
perpindahan
cairan, perdarahan, dan menghilangkan vasodilator (kinin) dan factor
depresan jantung yang dipicu oleh iskemia pankreas dapat menyebabkan
hipertensi berat. Penurunan curah jantung/perfusi organ buruk sekunder
terhadap episode hipotensi dapat mencetuskan luasnya komplikasi
sistemik.
|
2.
|
Ukur masukan dan haluaran termasuk muntah/aspirasi gaster,diare. Hitung keseimbangan cairan 24 jam.
|
indikator kebutuhan penggantian/keefektifan terapi.
|
3.
|
Catat warna dan karakter drainase gaster juga pH dan adanya darah.
|
resiko perdarahan gaster tinggi.
|
4.
|
Timbang berat badan sesuai indikasi
|
penurunan
berat badan menunjukkan hipovolemia; namun edema, retensi cairan dan
asites mungkin ditunjukkan oleh peningkatan atau berat badan stabil.
|
5.
|
Be Catat turgor kulit, kulit/membrane mukosa kering, keluhan haus.
|
indikator fisiologis lanjut dari dehidrasi.
|
6.
|
. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi dan irama. Awasi/catat perubahan irama.
|
perubahan
jantung/distritmia dapat menunjukkan hipovolemia dan/atau
ketidakseimbangan elektrolit, umumnya hipokalemia/hipokalsemia.
|
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah,
penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan
dan insulin.
Tujuan:
a. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan bilai laboratorium normal.
b. Tidak mengalami malnutrisi.
c. Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan da/atau mempertahankan beratbdan normal.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji abdomen, catat adanya/karakter bising usus, distensi abdomen, dan keluhan mual.
|
disetensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan penurunan/tidak adanya bising usus.
|
2.
|
Berikan perawatan oral.
|
menurunkan
rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi membran mukosa kering
sehubungan dengan dehidrasi dan bernapas dengan mulut bila NG dipasang
|
3.
|
Observasi warna/konsistensi/jumlah feses dan bau
|
steatore terjadi karna pencernaan lemak tidak sempurna.
|
4.
|
Catat tanda peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan ketajaman visual
|
mewaspadakan
terjadinya hiperglikemia karna peningkatan pengeluaran glukagon
(kerusakan sel alfa) atau penurunan pengeluaran insulin (kerusakan sel
beta).
|
4. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada
sekresi. Defisiensi nutrisi.
Tujuan:
a. Meningkatkan waktu penyembuhan, bebas tanda infeksi.
b. Tidak demam.
c. Berpartisipasi pada aktivitas untuk menurunkan resiko infeksi
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gunakan tehnik aseptik ketat bila mengganti balutan bedah atau bekerja dengan infus kateter/selang. Ganti balutan dengan cepat
|
membatasi sumber infeksi, dimana dapat menimbulkan sepsis pada pasien.
|
2.
|
Tekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik.
|
menurunkan resiko kontaminasi silang.
|
3.
|
Observasi frekuensi dan karakteristik pernapasan, bunyi napas. Catat adanya batuk dan produksi sputum
|
akumulasi
cairan dan keterbatasan mobilitas mencetuskan infeksi pernapasan dan
atelektasis. Akumulasi cairan asites dapat menyebabkan peningkatan
diafragma dan pernapasan abdomen dangkal.
|
4.
|
Dorong posisi sering, napas dalam dan batuk.
|
meningkatkan ventilasi segmen paru dan meningkatkan mobilitas sekresi
|
K. Evaluasi
1. Nyeri dapat teratasi dengan kriteria klien mengatakan nyeri hilang/terkontrol dan mengikuti program terapeutik.
2. Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria
klien mampu mempertahankan hidrasi adekuat dengan tanda vital dalam
batas normal, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer
kuat, dan secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria
klien mampu menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan
bilai laboratorium normal dan tidak mengalami malnutrisi.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi dengan kriteria klien bebas tanda infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.
Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.
Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, (Edisi 8), Jakarta, EGC.
http://meetabied.blogspot.com/2011/01/askep-pankreatitis.html
http://meetabied.blogspot.com/2011/01/askep-pankreatitis.html
PANKREATITIS KRONIS
- DEFINISI
Pankreatitis
Kronis merupakan peradangan pankreas yang menahun. Pankreatitis kronik
merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh kehancuran anatomis dan
fungsional yang progresif pada pankreas. (Brunner & Suddart,
2001:1348). ankreatitis kronik diartikan sebagai destruksi parenkim
eksokrin pankreas yang ireversibel.
2. ETIOLOGI
Keadaan
yang paling sering menyebabkan pankreatitis kronik adalah alkoholisme.
Penyebab lain adalah hiperkalsemia, hiperlipidemia, pankreas divisum,
pankreatitis herediter dan malnutrisidefisiensi-protein.
3. PENYEBAB
Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis adalah alkoholisme.
Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas. Pankreatitis akut jarang menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang akan mengarah pada terjadinya pankreatitis kronis. Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak diketahui.
Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas. Pankreatitis akut jarang menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang akan mengarah pada terjadinya pankreatitis kronis. Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak diketahui.
Di
negara-negara tropis (Indonesia, India, Nigeria), pankreatitis kronis
dengan sebab yang tidak diketahui yang terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda, bisa menyebabkan diabetes dan penumpukan kalsium di pankreas.
Gejala awalnya umumnya berasal dari diabetes.
4. MANIFESTASI KLINIK
Pankreatitis
kronik ditandai oleh serangan nyeri yang hebat di daerah abdomen dan
punggung, disertai muntah. Dengan semakin berlanjutnya penyakit,
serangan nyeri yang berulang-ulang tersebut terasa semakin hebat,
semakin sering dan lama. Sebagian pasien mengeluhkan nyeri hebat; yang
lain merasakan nyeri tumpul, konstan dan membandel.
Penurunan
berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronik. Hal ini
disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan
takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorpsi terjadi
kemudian pada penyakit tersebut ketika fungsi pankreas mash tersisa 10%.
Akibatnya, proses pencernaan bahan makanan, khususnya protein dan lemak
akan terganggu. Defekasi akan terjadi lebih sering dan feses menjadi
berbuih serta berbau busuk akibat gangguan pencernaan lemak yang
menyebabkan feses tersebut banyak mengandung lemak. Keadaan ini disebut steatore.
Dengan semakin berlanjutnya proses penyakit, kalsifikasi pada kelenjar
pankreas dan terbentuknya batu kalsium di dalam saluran kelenjar dapat
terjadi.
5. PATOFISIOLOGI
Pankreas
mengalami kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif. Dengan
digantikannya sel-sel pankreas (sel-sel asiner pankreas) yang normal
oleh jaringan ikat akibat serangan pankreatitis berulang-ulang dan efek
toksik dari alkohol dan metabolitnya, maka tekanan dalam pankreas akan
meningkat. Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis duktus pankreatikus,
koledokus dan duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel
duktus tersebut, inflamasi dan destruksi sel-sel pankreas yang
melaksanakan fungsi sekresi (destruksi parenkim endokrin pankreas).
6. GEJALA
Gejala
pankreatitis kronis umumnya terbagi dalam dua pola. Yang pertama,
penderita mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap, yang
beratnya bervariasi. Yang kedua, penderita mengalami episode
pankreatitis yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip dengan
pankreatitis akut ringan sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan
berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.
Pada
kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya, sel-sel
yang menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami kerusakan,
sehingga akhirnya rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya jumlah
enzim pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan penderita
akan mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja bisa
berwarna terang dan berminyak dan bahkan bisa mengandung tetesan-tetesan
minyak. Gangguan penyerapan juga menyebabkan turunnya berat badan. Pada
akhirnya sel penghasil insulin mungkin mengalami kerusakan dan secara perlahan akan menyebabkan kencing manis (diabetes).
7. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau adanya riwayat pankreatitis akut
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah kurang bermanfaat dalam mendiagnosis pankreatitis kronis, tetapi bisa menunjukan adanya peningkatan kadar amilase dan lipase. Pemeriksaan darah juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar gula darah , yang mungkin akan meningkat.
Foto rontgen perut dan pemeriksaan USG bisa menunjukan adanya batu pada pankreas.
Endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang memperlihatkan struktur dari saluran
pankreas) bisa memperlihatkan saluran yang melebar, penyempitan saluran atau batu pada saluran.
CT scan bisa memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur dari pancreas
CT scan bisa memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur dari pancreas
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
pankreatitis kronik bergantung pada kelainan yang mungkin menjadi
penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan untuk mencegah serta
menangani serangan akut, mengurangi rasa nyeri sera gangguan rasa
nyaman, dan menangani insufisiensi eksokrin serta endokrin yang terdapat
pada pankreatitis.
Nyeri dan gangguan rasa nyaman pada badomen
diatasi dan dicegah dengan penggunaan metode nonopioid untuk mengatasi
nyeri. Selaian itu, pasien dan keluarganya juga ditekankan tentang
pentingnya menghindari alkohol serta makanan lain yang oleh pasien
sendiri dirasakan cenderung menimbulkan nyeri dan gangguan rasa nyaman
pada abdomen. Kenyataannya, tidak ada bentuk terapi lain yang dapat
meredakan rasa nyeri tersebut jika pasien sendiri terus menerus
mengkonsumsi alkohol dan hal ini harus ditegaskan pada pasien.
Diabetes melitus
yang terjadi akibat disfungsi sel-sel pulau Langerhans pankreas dapat
diatasi dengan diet, pemberian insulin atau obat-obatan hipoglikemia
oral. Bahaya hipoglikemia yang berat akibat penggunaan alkohol harus
ditekankan pada pasien dan anggota keluarganya. Terapi pengganti enzim
pankreas diperlukan bagi pasien yang menderita malabsorpsi dan steatore.
Pembedahan
umumnya dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta gangguan rasa
nyaman, memulihkan drainase sekresi pankreas dan mengurangi frekuensi
serangan pankreatitis akut. Tindakan bedah yang akan dilakukan
tergantung pada kelainan anatomis dan fungsional pankreas yang mencakup
lokasi penyakit di dalam pankreas, keberadaan penyakit diabetes,
insufisiensi eksokrin, stenosis bilier dan pseudokista pankreas.
Pankreatikojejunostomi
dengan anastomosis side-to-side atau penyambungan duktus pankreatikus
dengan jejunum memungkinkan drainase sekresi pankreas kedalam jejunum.
10. PENGOBATAN
Selama
suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol.
Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus,
dapat mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa
nyeri. Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan
untuk mengurangi rasa nyeriUntuk mengurangi serangan, dianjurkan makan
4-5 kali/hari, yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak
karbohidrat. Alkohol harus tetap dihindari
Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista.
Masa peradangan memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang
menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya, mungkin harus
menjalani dekompresi (pengurangan penekanan). Bila penderita
terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya dokter
menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya
tidak sampai ke otak.
Bila
cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. ika saluran pankreasnya
melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan
mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70-80% penderita. Jika salurannya
tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat.
Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita. Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan
Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita. Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan
Dengan
meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada
saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki
penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu,
larutan antasid atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim
pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya
akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi
terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih
baik. Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba
mengurangi asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang
larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).
TRAUMA TUMPUL PANKREAS
A. Pengertian
Trauma
tumpul pankreas relatif jarang terjadi dibandingkan trauma tumpul yang
mengenai organ-organ intraabdomen lainnya. Diantara trauma tumpul
abdomen, trauma tumpul pankreas berada pada urutan ketiga setelah trauma
tumpul pada hati dan limpa. Angka kejadian trauma tumpul pankreas
berkisar 3-12 %. Diperkirakan diantara 100 pasien dengan trauma tumpul
abdomen, tercatat kurang dari 10 pasien mengalami trauma tumpul pada
pancreas
Kematian
akibat post trauma tumpul pankreas berkisar 9-34 % seperti yang
dilaporkan oleh Furkovich. Peningkatan angka kematian post trauma tumpul
pankreas disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan keterlambatan
penanganan yang definitif
B. Hubungan Anatomi Pankreas dengan Trauma Tumpul Pankreas
Lokasi
pankreas yang relatif terproteksi pada cavum abdomen dan terfiksasi
pada posisi retroperitonial memberikan perlindungan pankreas terhadap
trauma langsung maupun tidak langsung. Tulang-tulang rusuk menyediakan
proteksi struktural tulang dan dilindungi oleh otot-otot dorsal
paraspinous yang tebal. Sebelah anterior, otot rectus dan otot-otot
abdomen yang matur, dikombinasikan pula dengankarakteristik liver,
colon, duodenum, gaster, usus halus yang mengabsorbsi energi menyediakan
proteksi pankreas terhadap trauma tumpul. Pada trauma tumpul yang
berat, posisi anatomi pankreas mungkin menyebabkan trauma pancreas
seperti pada fraktur corpus columna spinalis di sebelah atas dan corpus
vertabrae sebelah posterior.2Corpus pankreas yang terletak sebelah
anterior terhadap spinal lumbar kedua sampai keempat membuatnya rentan
terhadap trauma tumpul.
Struktur
pembuluh darah yang letaknya berdekatan dengan caput dan corpus
pankreas memiliki dampak terhadap terjadinya peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas pada penderita dengan trauma tumpul pankreas.
Pembuluh darah vena cava inferior subhepatik dan aorta terletak sebelah
posterior terhadap caput pankreas pada sisi kanan, dan vena mesenterik
superior masuk ke dalam vena porta di bawah pankreas. Perdarahan yang
bersumber dari pembuluh darah tersebut seringkali menjadi penyebab
kematian pada pasien dengan trauma tumpul pada pankreas.
Pembuluh
darah arteri splenik dari cabang trunkus celiak dan vena porta berjalan
di sebelah posterior dan superior corpus dan cauda pancreas, dimana
posisi tersebut relatif mudah terpapar dan robek dibandingkan vena cava
inferior dan vena porta jika terjadi trauma yang mengenai pankreas.
Perdarahan yang bersumber dari pembuluh darah tersebut seringkali juga
menyebabkan kematian pada pasien post trauma tumpul pankreas apabila
tidak tertangani dengan
C. Etiologi dan Mekanisme Trauma Tumpul Pankreas
Trauma
tumpul yang hanya mengenai pankreas relatif jarang terjadi dan biasanya
terjadi akibat adanya trauma tumpul abdomen dan seringkali berhubungan
dengan trauma pada organ di sekitarnya.7 Posisi pankreas yang relatif
terproteksi menyebabkan trauma tumpul pankreas akan terjadi bila
terdapat energi tinggi yang langsung mengenai abdomen ataupun energi
tinggi yang langsung jatuh tepat pada epigastrium misalnya pada
kecelakaan.3 Mekanisme terjadinya trauma tumpul pankreas adalah melalui
mekanisme kompresi dan trauma deselerasi. Mekanisme kompresi terutama
akibat energi tinggi yang terlokalisir mengenai epigastrium, dengan
menekan pankreas yang terletak di bawahnya melawan corpus vertebra.
Disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah penyebab paling sering
terjadinya trauma tumpul pankreas. Pada trauma tumpul pankreas, fraktur
di atas columna vertebralis seringkali terjadi pada anak-anak dan
disebabkan oleh trauma langsung mengenai abdomen karena posisi sabuk
pengaman yang tidak tepat. Untuk dapat menegakkan diagnosis adanya
trauma tumpul pankreas, harus dikenali jenis trauma apakah trauma tumpul
atau trauma tajam dan informasi mengenai benda penyebab trauma (seperti
meja, kayu, atau pisau) akan dapat membantu klinisi.
D. Gejala klinik dan Pemeriksaan Fisik Trauma Tumpul Pankreas
Pada
banyak kasus post trauma tumpul pankreas pada stadium dini sering tanpa
gejala dan kesan tampak tidak ada kelainan. Seringkali pasien merasa
sehat sebelumnya dan tidak menyadari adanya trauma pankreas. Selama
pemeriksaan fisik tanda sabuk pengaman, flank ecchymosis, akan membangun
kewaspadaan klinisi terhadap trauma yang potensial. Fraktur limpa
dengan hematom retroperitonial atau manifestasi kebocoran cairan, nyeri
epigastrium, nyeri punggung sangat jarang ditemukan pada keadaan post
trauma.
Terdapat
laporan pada pasien dengan transeksi duktus pankreas yang komplit tetap
asimtomatik dalam berminggu-minggu, berbulan- bulan bahkan
bertahun-tahun setelah trauma awal. Seringkali pasien dengan trauma
tumpul yang mengenai pankreas menunjukkan manifestasi krisis abdominal
yang tidak spesifik post trauma. Trauma pankreas seringkali sulit
dideteksi dengan temuan fisik dan pasien awalnya mungkin menunjukkan
tanda-tanda fisik yang minimal
Alasan
mengapa gejala-gejala dan tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera
setelah trauma dihubungkan dengan lokasi pankreas yang terletak
retroperitonial, enzim pankreas yang tidak aktif setelah trauma yang
tersembunyi dan penurunan sekresi cairan pankreas setelah trauma.
Akan
tetapi bila dilakukan skenario atau pemeriksaan yang lebih lengkap pada
pasien dengan post trauma tumpul abdomen menunjukkan iritasi peritonial
yang berat dan temuan pemeriksaan fisik abdomen. Trauma tumpul pankreas
sering kali disebabkan oleh trauma pada organ-organ intraabdomen
lainnya. Gejala trauma pada struktur-struktur lain sering kali
mengaburkan trauma tumpul pankreas dengan demikian dibutuhkan
kewaspadaan yang tinggi dari klinisi untuk memastikan adanya trauma
tumpul pada pankreas.1,2 Adanya contusio jaringan lunak pada abdomen
bagian atas atau disrupsi pada tulang- tulang rusuk bawah atau costal
cartilage menandakan kemungkinan adanya trauma pankreas.3 Dengan adanya
laserasi pada pankreas, diikuti dengan adanya trauma pada duktus
pankreas yang selanjutnya menyebabkan masuknya sekresi pankreas ke dalam
cavum abdomen dan menghasilkan chemical peritonitis.
E. Pemeriksaan Laboratorium Trauma Tumpul Pankreas
Amilase
adalah enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas. Karena
hiperamilasemia ditemukan lebih dari 75% pasien dengan trauma tumpul
abdomen dan menunjukkan kecurigaan adanya trauma tumpul pankreas,
hiperamilasemia harus dipertimbangkan sebagai tanda kemungkinan adanya
trauma pankreas post trauma tumpul abdomen dan mengindikasikan
pemeriksaan lebih lanjut.6 Hal ini disebabkan oleh karena kerusakan pada
pankreas menyebabkan pelepasan enzim amilase yang menyebabkan kerusakan
pada pankreas itu sendiri dan pada jaringan sekitarnya berupa
retroperitonial plegmon dengan nekosis lemak dan abses. Kerusakan yang
terjadi akibat autodigestive enzim amilase terhadap pankreas itu
sendiri.
Walaupun
konsentrasi tertinggi amilase pada tubuh manusia adalah pada pankreas,
hiperamilasemia bukan merupakan indikator reliabel terhadap adanya
trauma pankreas. Sebanyak 40 % pasien dengan trauma pankreas pada
awalnya memiliki kadar amilase serum yang normal. Sebagai tambahan,
terdapat bukti bahwa trauma yang tersembunyi pada otak juga dapat
menyebabkan peningkatan serumamilase melalui mekanisme sentral yng masih
belum jelas. Hiperamilasemia juga ditemukan pada pasien dengan trauma
duodenal, trauma hepatik, serta pasien dengan intoksikasi.
Waktu
antara terjadinya trauma tumpul pankreas dan penentuan kadar serum
amilase memegang peranan penting. Disebutkan bahwa pada 73 pasien yang
dicatat mengalami trauma tumpul pankreas, kadar serum amilase meningkat
pada 61 pasien (84%) dan normal pada 12 pasien (16%). Sensitivitas kadar
serum amilase dalam mendeteksi adanya trauma tumpul pankreas berkisar
antara 48% sampai dengan 85% dan spesifitas berkisar antara 0 sampai
dengan 81%. Nilai prediktif negatif serum amilase setelah trauma tumpul
adalah sekitar 95%. Sensitivitas dan nilai prediktif positif mungkin
meningkat jika kadar serum amilase diperoleh lebih dari tiga jam setelah
trauma. Jadi dapat disimpulkan bahwa 95% pasien dengan trauma tumpul
abdomen dengan kadar serum amilase yang normal tidak mengalami trauma
tumpul pankreas. Deteksi amilase pada kumbah cairan peritoneal lebih
sensitif dan spesifik untuk diagnosis trauma tumpul pankreas
dibandingkan kadar amilase pada serum atau darah. Akan tetapi prosedur
diagnostik ini bukan tes rutin pada banyak institusi.2
F. Pemeriksaan Pencitraan Trauma Tumpul Pankreas
Pasien
dengan trauma tumpul abdomen dengan peningkatan serum amilase yang
persisten atau menunjukkan perkembangan gejala-gejala krisis abdominal
mengindikasikan untuk dilakukan evaluasi yang lebih lanjut, meliputi
foto polos abdomen,
a) ultrasonografy,
b) CT scan abdomen,
c) endocopic retrograde
d) cholangiopancreatography (ERCP), atau bedah eksplorasi.
Foto
polos abdomen mungkin menunjukkan kalsifikasi pancreas dari episode
pancreatitis sebelumnya, akan tetapi jarang bermanfaat dalam mendeteksi
trauma tumpul pankreas. Foto polos abdomen lebih bermanfaat dalam
mendeteksi trauma tajam dengan memvisualisasi dan melokalisir benda
asing seperti fragmen peluru dan proyektil yang menginduksi trauma pada
tulang. Walaupun tidak bermanfaat secara spesifik dalam mendeteksi
trauma tumpul pankreas, foto thorak posisi PA mungkin menunjukkan adanya
udara bebas di bawah diafragma, yang menandakan trauma
pada lambung, duodenal, atau trauma pada usus halus yang seringkali dihubungkan
dengan trauma pada pankreas.
Ultrasonografy
(USG) telah digunakan bertahun-tahun untuk mengevaluasi penyakit yang
mengenai pankreas, akan tetapi USG tidak digunakan secara rutin dalam
mendeteksi trauma pankreas karena sensitivitas dan spesifitasnya yang
rendah. Bahkan dengan peningkatan penggunaan USG abdomen yang terfokus
untuk mengidentifikasi cairan abdominal atau hemoperitonium pada pasien
trauma, tidak ada pengalaman yang nyata penggunaan USG secara spesifik
pada trauma pankreas akut.
CT
scans abdomen pada pasien yang secara hemodinamik stabil menyediakan
prosedur diagnostik yang paling komprehensif dalam menegakkan diagnosis
trauma tumpul pankreas. CT scans abdomen dilaporkan memiliki
sensitivitas dan spesifitas 70-80% untuk mendiagnosis trauma tumpul
pankreas. Karakteristik temuan CT scans yang dihubungkan dengan trauma
pancreas meliputi visualisasi langsung fraktur parenkimal, hematom
intrapankreatik, cairan pada lesser sakulus, cairan yang memisahkan
pembuluh vena splenik dengan corpus pankreas, penebalan fascia renal
sebelah anterior, dan hematom retroperitoneal atau akumulasi cairan pada
retroperitoneal. Temuan ini sering tak kentara dan jarang seluruh
temuan tersebut dijumpai pada satu pasien dengan trauma tumpul pankreas.
Jika pasien diperiksa segera setelah trauma, beberapa temuan CT scans
mungkin tidak tampak, yang mana merupakan bagian keterangan negatif
palsu CT scans yang dilaporkan pada 40% pasien dengan trauma pankreas.
ERCP
tidak berperan dalam evaluasi akut pada pasien yang secara hemodinamik
tidak stabil, tetapi sejumlah laporan pada dekade sebelumnya ERCP
bermanfaat dalam diagnosis dan manajemen trauma pankreas. Penggunaan
ERCP untuk mendiagnosis trauma pankreas pertama kali dilaporkan oleh
Gougeon dan kawan-kawan pada tahun 1976. Saat ini ERCP merupakan
modalitas pencitraan yang terbaik untuk pankreas, akan tetapi selalu
melibatkan anastesi dan tidak tersedia secara luas. ERCP sebagai standar
untuk diagnosis awal trauma pankreas pada pasienyang secara hemodinamik
stabil dengan nyeri abdomen yang persisten, peningkatan erum amilase,
dan temuan CT scans yang masih kabur.
G. Klasifikasi Trauma Tumpul Pankreas
Saat
ini klasifikasi trauma pankreas yang digunakan secara luas adalah
menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST)
berdasarkan status duktus pancreas dan memfokuskan lokasi anatomi
trauma. AAST mengklasifikasikan trauma pankreas menjadi lima grading
yatu:
• Grade I meliputi hematom yang kecil tanpa adanya jejas pada duktus. Laserasi
superfisial tanpa adanya jejas pada duktus pankreas
•
Grade II meliputi hematom yang luas tanpa adanya jejas pada duktus
tanpa adanya jejas pada duktus pankreas. Laserasi luas tanpa adanya
jejas pada duktus pankreas tanpa adanya jejas pada duktus pankreas
• Grade III meliputi transeksi distal atau laserasi parenkimal dengan disertai
jejas pada duktus pankreas
• Grade IV meliputi transeksi proksimal atau laserasi parenkimal yang
melibatkan ampulla pankreas
• Grade V meliputi disrupsi masif caput pankreas
Klasifikasi tersebut di atas menentukan manajemen terapi dan berkorelasi dengan
morbiditas dan mortalitas trauma tumpul pankreas.
H. Manajemen terapi Trauma Tumpul Pankreas
Pada
sebagian besar kasus trauma tumpul pankreas, reseksi tidak selalu
dibutuhkan. Pada kasus laserasi kapsular yang kecil atau superfisial,
kontusio atau hematom parenkimal yang kecil tanpa jejas pada duktus
pankreas dan tanpa hilangnya jaringan parenkimal (Grade I dan II),
manajemen terapi yang terbaik adalah tanpa suture, akan tetapi terapi
yang dibutuhkan adalah drainase eksternal. Transeksi distal parenkimal
páncreas (Grade III) melawan corpus vertabra mungkin membutuhkan reseksi
corpus dengan distal pancreatectomy dan drainase. Sementara transeksi
proksimal pankreas (Grade IV) pada pasien yang secara hemodinamik tidak
stabil, terlebih dahuli tangani hemostasisnya dan drainase, sedangkan
pada pasien dengan hemodinamik yang stabil manajemennya adalah membagi
páncreas secara komplit, lakukan proksimal pankreatektomi dan lakukan
anatomosis sisa distal páncreas ke jejunum. Pada disrupsi masif caput
pankreas yang masif manajemennya adalah dengan mengerjakan
pancreaticoduodenectomy (Whipple procedure).
I. Komplikasi Trauma Tumpul Pankreas
Komplikasi
trauma tumpul pankreas cukup tinggi, dan berkorelasi dengan grading
klasifikasi trauma pankreas. Komplikasi trauma tumpul pancreas
bervariasi mulai dari pankreatitis ringan sampai dengan kematian akibat
perdarahan yang masif.
Pembentukan
fistula merupakan komplikasi tersering yang dilaporkan, akan tetapi
dengan drainase local dan nutrisi yang baik serta terapi suportif,
fistula biasanya sembuh secara spontan dalam 2 minggu setelah trauma.
Insiden
pembentukan abses post trauma tumpul pankreas adalah berkisar 10 sampai
dengan 25% tergantung pada jumlah dan trauma intraabdomen lain yang
muncul. Pada sebagian besar kasus, tipe abses adalah subfascial atau
peripankreatik. Abses pakreatik murni insidennya jarang dan biasanya
dihasilkan dari debridemen jaringan mati yang tidak adekuat atau
dihasilkan dari drainase awal yang tidak adekuat.
Nyeri
abdominal yang hilang timbul dan peningkatan kadar serum amylase
menghasilkan pankreatitis terutama diantisipasi pada 8% sampai dengan
18% pasien post operasi. Tipe pankreatitis ini ditangani dengan
dekompresi nasogastrik, menistrahatkan usus, dan terapi suportif, dapat
diharapkan menyembuhkan secara spontan pankreatitis. Lebih jauh lagi
pankreatitis yang jarang terjadi adalah pankreatitis hemorrhagik yang
dapat menimbulkan kematian
Trauma
tumpul terhadap pankreas dapat menghasilkan pseudokista residual baik
intrapankreatik atau peripankreatik.8 Komplikasi lain trauma tumpul
pancreas adalah insufisiensi hormon-hormon kelenjar endokrin dan
eksokrin pankreas.
J. Patofisiologi Kematian Post Trauma Tumpul Pankreas
Kematian
post trauma tumpul pankreas lebih jarang dilaporkan dibandingkan
kematian akibat post trauma tumpul organ intraabdomen lain. Trauma
tumpul pankreas diakibatkan oleh energi tinggi dari vektor
anterior-posterior atau sebaliknya yang mengenai abdomen atau secara
langsung mengenai pankreas menyebabkan ruptur pankreas. Ruptur pankreas
post trauma tumpul merobek sistem duktus dan menyebabkan sekresi getah
pankreas dalam hal ini enzim amilase memasuki parenkim kelenjar sehingga
terjadi kerusakan pankreas. Kerusakan kecil pada pankreas menyebabkan
kerusakan yang besar pada kelenjar pankreas. Hal ini disebabkan oleh
karena getah pankreas (enzim amilase) bersifat autodigestif terhadap
parenkim pankreas dan jaringan disekitarnya. Kerusakan pankreas yang
menyeluruh menyebabkan terjadinya perdarahan yang masif, apabila tidak
ditangani menyebabkan kematian. Sebagai tambahan, kematian post trauma
tumpul pankreas disebabkan pula oleh adanya sepsis intra abdomonal.4 ,7
Kematian
post trauma tumpul pankreas juga disebabkan karena robeknya dan erosi
pada pembuluh darah vena cava inferior subhepatik dan aorta terletak
sebelah posterior terhadap caput pankreas pada sisi kanan, dan vena
mesenterik superior masuk ke dalam vena porta di bawah pankreas.
Pembuluh darah arteri splenik dari cabang trunkus celiak dan vena porta
berjalan di sebelah posterior dan superior corpus dan cauda pancreas
relatif mudah terpapar dan robek Perdarahan yang bersumber dari pembuluh
darah tersebut seringkali menjadi penyebab kematian pada pasien dengan
trauma tumpul pada pankreas.2
referensi
INSULINOMA
A. DEFINISI
Insulinoma
merupakan tumor pankreas yang jarang terjadi, dimana tumor ini
menghasilkan insulin, suatu hormon yang berfungsi menurunkan kadar gula
dalam darah. Hanya 10% insulinoma yang bersifat ganas.
B. PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi resiko terjadinya insulinoma meningkat pada penderita neoplasia endokrin multipel tipe I.
C. GEJALA
Gejala-gejalanya
disebabkan oleh rendahnya kadar gula dalam darah. Gejala ini muncul
jika penderita tidak makan selama berjam-jam, dan paling sering timbul
di pagi hari setelah puasa semalaman.
Gejalanya mirip dengan kelainan psikis dan kelainan saraf, yaitu:
- sakit kepala
- linglung
- gangguan penglihatan
- kelemahan otot
- goyah
- perubahan kepribadian.
Rendahnya kadar gula darah bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma.
Gejala-gejala yang menyerupai kecemasan atau panik adalah:
- pingsan
- lemah
- gemetar
- palpitasi (jantung berdebar-debar)
- berkeringat
- rasa lapar
- gugup.
D. DIAGNOSA
Diagnosis
insulinoma mungkin agak sulit. Penderita biasanya diminta untuk
berpuasa minimal selama 24 jam, kadang sampai 72 jam dan dipantau secara
ketat, kalau perlu dirawat di rumah sakit. Setelah berpuasa, biasanya
gejala-gejala akan muncul dan dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur
kadar gula dan kadar insulin. Adanya insulinoma ditunjukkan dengan
kadar gula yang sangat rendah dan kadar insulin yang tinggi. Lokasi dari
insulinoma ditentukan melalui pemeriksaan CT scan dan USG.
E. PENGOBATAN
Insulinoma diobati melalui pembedahan.
4. Ketoasidosis diabetik
A. Pengertian Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis
diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme
yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
B. Etiologi Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis
diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia
dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
- Infeksi
- Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolik .
- Menolak terapi insulin
C. Diagnosa Keperawatan Diabetik Ketoasidosis
1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan
intake akibat mual, kacau mental
2.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan
kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
5.
Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status
hipermetabolik/infeksi
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain
7.
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan
berhubungan dengan kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal
sumber informasi
D. Rencana Keperawatan
1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan
intake akibat mual
Batasan karakteristik :
- Peningkatan urin output
- Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
- Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
- Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pulse perifer dapat teraba
- Turgor kulit dan capillary refill baik
- Keseimbangan urin output
- Kadar elektrolit normal
-
E. Intervensi :
1.Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
Rasional :
Membantu
memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan
demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan
insensibel.
2.Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatik
Rasional :
Hypovolemia
dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia
berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari
posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3.Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
Rasional :
Pelepasan
asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik
terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan
asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi
4.Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
Rasional :
Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis
5.Observasi ouput dan kualitas urin.
Rasional :
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6.Timbang BB
Rasional :
Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7.Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
Rasional :
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
8.Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
Rasional :
Mengurangi
peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan
emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
9.Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Rasional :
Kekurangan
cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan
muntah dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
10.Obsevasi
adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi
tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler
Rasional :
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK
Kolaborasi:
-Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
Rasional :
Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
-Albumin, plasma, dextran
Rasional :
Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali normal
-Pertahankan kateter terpasang
Rasional :
Memudahkan pengukuran haluaran urin
-Pantau pemeriksaan lab :
Hematokrit. Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
BUN/Kreatinin, Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal
Osmolalitas darah, Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
Natrium,
Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel
(diuresis osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat
atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron
Kalium,
Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang
melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti
dan asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat
-Berikan Kalium sesuai indikasi
Rasional :
Mencegah hipokalemia
-Berikan
bikarbonat jika pH <7,0 Rasional : Memperbaiki asidosis pada
hipotensi atau syok -Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan
indikasi Rasional : Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Batasan karakteristik : - Klien melaporkan masukan butrisi tidak
adekuat, kurang nafsu makan - Penurnan berat badan, kelemahan, tonus
otot buruk - Diare Kriteria hasil : - Klien mencerna jumlah
kalori/nutrien yang tepat - Menunjukkan tingkat energi biasanya -
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang
normal Intervensi : 1.Pantau berat badan setiap hari atau sesuai
indikasi Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk
absorpsi dan utilitasnya 2.Tentukan program diet dan pola makan pasien
dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan Rasional :
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3.Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai
indikasi Rasional : Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau
ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. 4.Berikan
makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih
padat yang dapat ditoleransi Rasional : Pemberian makanan melalui oral
lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik 5.Libatkan
keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi Rasional : Memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
6.Observasi tanda hipoglikemia Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi
karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara tetap
diberikan insulin , hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan
sehingga harus dikenali 7.Kolaborasi : Pemeriksaan GDA dengan finger
stick. Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi
urine untuk mendeteksi fluktuasi Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3.
Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol
Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional :
Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden
hipoglikemia Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal.
Rasional : Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah
kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati normal
perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia
SOP PERAWATAN LUKA GANGREN
Luka kotor adalah luka yang terinfeksi. Gangren
adalah luka yang terinfeksi disertai dengan adanya jaringan yang mati.
Oleh karena itu perlu diganti balutan secara khusus gunanya untuk :
- Mencegah meluasnya infeksi
- Memberi rasa nyaman pada klien
Operasional dilakukan pada :
- Luka terbuka / kotor
- Luka gangren
PERSIAPAN
Persiapan Alat
a. Alat Seteril ( bak instrument bersisi ) :
- 2 Pinset anatomi
- 2 pinset chirurgis
- 1 klem arteri
- 1 gunting jaringan
- 1 klem kocher
- Kassa dan deppers seteril
a. Alat Tidak Seteril
- Bethadine
- Larutan NaCl 0,9 %
- Handscone
- Kom kecil
- Verban dan plester
- Perlak
- Tempat cuci tangan
- Bengkok berisi larutan desinfektan ( Lysol )
- Sampiran jika perlu
- Masker jika perlu
- Schort bila perlu
- Obat-obatan sesuai program medis
Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan klien disiapkan pada posisi yang nyaman
PELAKSANAAN
1. Seperangkat instrument didekatkan pada pasien
2. Pasien diberitahu tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Perawat cuci tangan dan pasang sampiran
4. Memasang perlak dibaeah daerah yang akan diganti balutanya
5. Memakai hansscone
6. Membuka balutan dan membuang balutan lama ke tempat sampah yang telah disediakan
7. Membersihkan
luka demaksud dengan kassa seteril yang telah di basahi dengan NaCl dan
bethadine kemudian membuang bagian-bagian yang kotor atau jaringan
nekrotik
8. Membersihkan dengan arah kedalam dan keluar
9. Mengompres luka dengan bethadine atau dengan obat yang ditentukan oleh dokter, sampai tertutup semuanya
10. menutup luka dengan kassa seteril kering
11. Membalut luka dengan verban
12. Meletakan alat-alat yang telah selesai dipergunakan kedalam bengkok yang berisi dengan laritan desinfektan
13. Alat –alat dibereskan dan dikembalikan ketempatnya semula
1. Perawat cuci tangan
EVALUASI
Mencatat hasil tindakan perawatan luka darin pada dokumen keperawatan :
Perhatian :
- Perhatikan teknik asepthik dan antiseptik
- Jaga privasi klien
- Perhatikan jika ada pus / jaringan nekrotik
CARA PEMBERIAN INSULIN
Insulin kerja singkat :
- IV, IM, SC
- Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
- Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :
- Jangan IV karena bahaya emboli.
Pemberian
insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih
efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada
waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
< 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 – 8 unit
200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
300 – 350 mg% = 20 unit
> 350 mg% = 20 – 24 unit
Teknik Penyuntikan Insulin
Sebelum
menggunakan insulin, diabetesein ataupun keluarga tentunya perlu untuk
diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur
menyuntikkan insulin eksogen;
1
Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan
disuntik haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan
menggunakan kapas bersih dan steril.
2 Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
3
Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung
secara perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan
untuk melarutkan kembali suspensi. (Jangan dikocok).
4
Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah
ke dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini
terutama diperlukan bila akan dipakai campuran insulin.
5 Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.
6
Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung
gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam
posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang
ada sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi
dosis insulin.
7
Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada
umumnya suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan
anak-anak, kulit dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat
agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra muskular).
Perlu
diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan
insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di
daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi
kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah
perut.
Secara
urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan
atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan
digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat
mengurangi variasi penyerapan.
Penyuntikkan
insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya
perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan
sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah sebelumnya.
Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.
Bila
proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah
proses penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8
detik. Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat
ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
- Menyuntik dengan suhu kamar
- Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara
- Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
- Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang
- Tusuklah kulit dengan cepat
- Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan
- Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul
Jenis alat suntik (syringe) insulin
1.
Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan,
mudah pecah dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah
siring yang terbuat dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien
diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan
hanya dipakai sekali saja setelah itu dibuang.
2.
Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan
kebanyakan pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini
praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri.
Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.
3.
Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan
untuk mneyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus
disambungkan kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum).
Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan
kebutuhan.
Penyimpanan Insulin Eksogen
Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer.
Bila sedang dipakai :
Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari.
Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai dari biasanya.
Suntikkan
dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di
lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.
Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.
Efek samping penggunaan insulin
- Hipoglikemia
- Lipoatrofi
- Lipohipertrofi
- Alergi sistemik atau lokal
- Resistensi insulin
- Edema insulin
- Sepsis
Hipoglikemia
merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah
insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat
terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan
akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun
dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara
yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu
pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik
insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni.
Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi
alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama
pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem
dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau
jam dan berlagsung.
Selama
beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah
pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi
bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang
menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini
akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi
kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan
yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.
Interaksi
Beberapa
hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,
kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan
glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang
glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam
pengobatan insulin.
Guanetidin
menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini
ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik
(misalnya kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason
meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek
hipoglikemik.
Hipoglikemia
cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor
ß, obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi
efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid
anabolik dan fenfluramin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar