Laporan
Pendahuluan
A. Definisi
Ileus Obstruktif
1.
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial
yang mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth,
2001).
2.
Obstruksi usus adalah gangguan isi usus
disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal
403).
3.
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal
isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001).
4.
Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal
(Reeves, 2001).
5.
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus
yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau
fungsional (Tucker, 1998).
6.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis
pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif
adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan
mekanik.
B. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua
bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:
1.
Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi
munal dari tekanan pada usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan
neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.
2.
Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus (Brunner and Suddarth).
C. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi
usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan
oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi
paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis
peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus
yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan
cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan
distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka
tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler
arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang
peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri
yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan
cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam
melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian.
(Pice and Wilson, hal 404).
D. Manifestasi
Klinik
1.
Nyeri tekan pada abdomen.
2.
Muntah.
3.
Konstipasi (sulit BAB).
4.
Distensi abdomen.
5.
BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus
(Kapita Selekta, 2000, hal 318).
E. Pemeriksaan
Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1.
Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas
abnormal dari gas atau cairan dalam usus.
2.
Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan
elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan
kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
3.
Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk
menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh
udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak
memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat
obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).
F. Penatalaksanaan
Bedah dan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi,
memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1.
Obstruksi Usus Halus
Dekompresi
pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas
kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka
strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan,
terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
(natrium, klorida dan kalium).
Tindakan
pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi.
Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.
2.
Obstruksi Usus Besar
Apabila
obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka
lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa
sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan
sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan
adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi
sementara dan permanen mungkin diperlukan.
G. Komplikasi
1.
Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga
peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra
abdomen.
2.
Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi
selalu lama pada organ intra abdomen.
3.
Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak
tertangani dengan baik dan cepat.
4.
Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan
kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Muttaqin,
Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.
Setiawan,
Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif. (http://wawanjokamblog.blogspot.com/. Diakses
tanggal 11 Januari 2011).
Zwani. 2007.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses
tanggal 11 Januari 2011).
Harnawati.
2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/. Diakses
tanggal 11 Januari 2011).
Vanilow,
Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses
tanggal 11 Januari 2011).
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari
proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap
dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status
kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
1.
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
2.
Riwayat
kesehatan
a.
Keluhan
utama .
Keluhan utama adalah keluhan yang
dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan
nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen
tegang dan kaku.
b.
Riwayat
kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang
menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan
pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan
timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan
oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala
dirasakan
S : Seberapa keparahan yang
dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.
T :Kapan keluhan timbul,
sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan.
c.
Riwayat
kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah
menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman,
zat dan obat-obatan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
3.
Pemeriksan
fisik
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
b.
Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat,
hipotensi ( tanda syok)
c.
Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen,
ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan
warna urine dan feces
d.
Makanan/cairan
Gejala :
anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan
fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
e.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti
gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi
abdomen dan nyeri tekan
f.
Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi
pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
g.
Diagnostik
Test
1)
Pemeriksaan
sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.
2)
Pemeriksaan
simtologi
3)
Hb dan PCV:
meningkat akibat dehidrasi
4)
Leukosit:
normal atau sedikit meningkat
5)
Ureum
dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl‑ rendah
6)
Rontgen
toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7)
Rontgen
abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia)
8)
Sigmoidoskopi:
menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan, resiko perubahan
pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,
2000).
Diagnosa keperawatan merupakan
respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa keperawatan
berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan teori kebutuhan dasar
Abraham Maslow (Gaffar, 1996).
Adapun diagnosa keperawatan yang
sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut :
(Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1.
Nyeri b/d
distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
2.
Kekurangan
volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
3.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
absorbsi nutrisi.
4.
Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
C. Rencana Intervensi
Perencanaan meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen
yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi
menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan
dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52) Adapun renana tindakan dari diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruksi usus antara
lain:
1.
Nyeri b/d
distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol,
menunjukkan rileks.
Kriteria hasil
:
a.
Nyeri
berkurang sampai hilang.
b.
Ekspresi
wajah rileks.
c.
TTV dalam
batas normal.
d.
Skala
nyeri 3-0.
Intervensi:
a.
Selidiki
keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual.
Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi
intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.
b.
Pantau
tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan
pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan
energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
c.
Memberikan
tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan
posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan
bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.
Rasional: Memberikan dukungan (fisik,
emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan
ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
d.
Palpasi
kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien
berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai
kebutuhan.
Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat
meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen,
yang dapat membantu dalam berkemih.
Kolaborasi
e.
Berikan
analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk
meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.
f.
Kateterisasi
sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat
digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.
2.
Kekurangan
volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
Tujuan: Volume cairan seimbang.
Kriteria hasil
:
a.
Klien
mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
b.
Klien
menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang
adekuat.
Intervensi:
a.
Pantau
tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD,
takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam
pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau
pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b.
Palpasi nadi
perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume
sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
c.
Perhatikan
adanya edema.
Rasional: Edema dapat terjadi kerena
perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d.
Pantau
masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi
keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator langsung dari
hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e.
Perhatikan
adanya/ukur distensi abdomen.
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang
vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.
f.
Observasi/catat
kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan
dan bantu dengan perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan
kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi.
Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus
stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang
dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam
duodenum.
Kolaborasi:
g.
Pertahankan
potensi penghisap NGT/usus.
Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk
menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang
dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada,
mis: kanker.
3.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi
teratasi.
Kriteria hasil
:
a.
Tidak ada
tanda-tanda mal nutrisi.
b.
Berat badan
stabil.
c.
Pasien tidak
mengalami mual muntah.
Intervensi:
a.
Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
b.
Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
c.
Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan
makanan tinggi protein dan vitamin C.
Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah
kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.
d.
Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.
Rasional: Sindrom
malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi
lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.
Kolaborasi
e.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin
(Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah
muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi
mukosa dan kemungkinan ulserasi.
4.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d
kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses
penyakitnya.
Kriteria hasil
:
a.
Klien dan
keluarga mengetahui penyakit yang
diderita
b.
Klien dan
keluarga berpartisipasi dalam proses belajar
c.
Klien dan
keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan
Intervensi:
d.
Diskusikan
pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi usus.
e.
Tinjau ulang
perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.
Rasional: Meningkatkan kemandirian dan
meningkatkan kemampuan perawatan diri.
f.
Tinjau perawatan
kulit disekitar selang.
Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit
dan menurunkan resiko infeksi.
g.
Identifikasi
tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak,
eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase.
Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan
intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.
h.
Tinjau ulang
keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat selama 6-8
minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.
Rasional: Menurunkan resiko pembentukan
hernia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar